✔ Komponen-Komponen Pembelajaran

SUMBER
A. Pengertian Komponen Pembelajaran
Pembelajaran diambil dari terjemahan kata "Instructional". Seringkali orang membedakan kata pembelajaran ini dengan "pengajaran", akan tetapi tidak jarang pula orang menawarkan pengertian yang sama untuk kedua kata tersebut. Menurut Arief S. Sadiman, kata pembelajaran dan kata pengajaran sanggup dibedakan pengertiannya. Kalau kata pengajaran hanya ada di dalam konteks guru-murid di kelas formal, sedangkan kata pembelajaran tidak hanya ada dalam konteks guru-murid di kelas formal, akan tetapi juga meliputi kegiatan berguru mengajar yang tak dihadiri oleh guru secara fisik di dalam kata pembelajaran ditekankan pada kegiatan berguru siswa melalui usaha-usaha yang terpola dalam memanipulasi sumber-sumber berguru supaya terjadi proses belajar. Dengan definisi mirip ini, kata pengajaran lingkupnya lebih sempit dibanding kata pembelajaran. Di pihak lain ada yang berpandangan bahwa kata pembelajaran dan kata pengajaran pada hakekatnya sama, yaitu suatu proses interaksi antara guru dan siswa dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan. (Hermawan et al., 2009: 136)
Selaras dengan pendapat di atas E. Mulyasa (2004: 117) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan aktualisasi yang menuntut keaktifan guru dalam membuat dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan planning yang telah diprogramkan. Dengan kata lain pembelajaran yakni proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber berguru pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan pertolongan yang diberikan pendidik supaya sanggup terjadi proses perolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. 
Jadi sanggup penulis simpulkan, bahwa pembelajaran yakni proses interaksi peserta didik dengan pendidik yang menuntut keaktifan seorang  guru dalam membuat dan menumbuhkan kegiatan pesera didik, supaya bisa membantu peserta didik sanggup berguru dengan baik.
Sedangkan komponen berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia yakni bab dari keseluruhan, dan unsur.
Dalam bukunya, Hermawan et al. (2009: 136) menjelaskan bahwa di dalam pembelajaran akan terdapat komponen-komponen sebagai berikut: tujuan, materi ajar, media, strategi, dan evaluasi.
Jadi sanggup disimpulkan bahwa komponen pembelajaran yakni suatu bab yang membentuk sebuah integritas atau suatu kesatuan yang utuh. Masing-masing komponen saling mempengaruhi yaitu saling bekerjasama secara aktif. 
B. Fungsi Komponen-Komponen Pembelajaran
Pengajaran yakni suatu sistem artinya keseluruhan yang terdiri dari komponen-komponen yang berinteraksi antara satu dengan yang lainnya secara keseluruhan untuk mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Semua komponen dalam sistem pengajaran saling bekerjasama dan saling mempengaruhi untuk mencapai tujuan pengajaran. Pada dasarnya, proses pengajaran sanggup terselenggara secara lancar, efisien, dan efektif berkat adanya interaksi yang positifantara banyak sekali komponen yang terkandung di dalam sistem pengajaran tersebut. Kaprikornus sanggup disimpulkan bahwa fungsi komponen-komponen embelajaran yakni mewujudkan tujuan pembelajaran supaya efektif dan efisien.
C. Komponen-Komponen Pembelajaran
Komponen-komponen pembelajaran berdasarkan Hermawan et al. (2009: 137) diantaranya adalah
1. Tujuan pembelajaran
Pembelajaran intinya mengacu pada tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran mempunyai kiprah penting dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan tujuan pembelajaran dipakai sebagai konsep dan pola pembelajaran yang akan dilakukan. Menurut Hermawan (2008: 94) Tujuan pembelajaran merupakan rumusan sikap yang telah ditetapkan sebelumnya supaya tampak pada diri peserta didik sebagai akhir dari perbuatan berguru yang telah dilakukan. Tujuan yang terang akan memberi petunjuk yang terang terhadap pemilihan materi / materi ajar, strategi, media, dan evaluasi. 
Selaras dengan pendapat tersebut, dalam bukunya, Hermawan et al. (2009: 138) menjelaskan bahwa tujuan pembelajaran merupakan suatu sasaran yang ingin dicapai oleh kegiatan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini merupakan tujuan dalam upaya mencapai tujuan-tujuan lain yang lebih tinggi tingkatannya, yakni tujuan pendidikan dan tujuan pembangunan nasional. Dimulai dari tujuan pembelajaran (umum dan khusus) tujuan-tujuan itu bertingkat, berakumulasi dan bersinergi untuk menuju tujuan yang lebih tinggi tingkatannya, yakni membangun insan (peserta didik) yang sesuai dengan yang dicita-citakan. 
Secara rinci hirarki tujuan tersebut sanggup digambarkan sebagai berikut:

.











a. Tujuan pendidikan nasional
Tujuan pendidikan merupakan tujuan yang sifatnya umum dan seringkali disebbut dengan tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan ini merupakan tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dan disadari oleh falsafah negara (Inonesia didasari oleh Pancasila). Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2003 wacana sistem Pendidikan Nasional, tujuan pendidikan nasional yakni mencerdaskan kehidupan bangsa dan membuatkan insan Indonesia seutuhnya, yaitu insan yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memeiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Hermawan et al., 2009: 139)
b. Tujuan Institusional/Lembaga
Tujuan Institusional merupakan tujuanyang ingin dicapai oleh setiap sekolah atau forum pendidikan. Tujuan institusional ini merupakan klasifikasi dari tujuan pendidikan sesuai dengan jenis dan sifat sekolah atau forum pendidikan. Oleh lantaran itu, setiap sekolah atau forum pendidikan mempunyai tujuan institusionalnya sendiri-sendiri. Tidak mirip tujuan pendidikan nasional, tujuan institusional lebih bersifat konkrit. Tujuan institusional ini sanggup dilihat dalam kurikulum setiap forum pendidikan. (Hermawan et al., 2009: 139)
c. Tujuan Kurikuler
Dalam bukunya, Hermawan et al., (2009:139) menjelaskan bahwa tujuan kurikuler yakni tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi. Tujuan ini sanggup dilihat dari GBPP (Garis-Garis Besar Program Pengajaran) setiap bidang studi. Tujuan kurikuler merupakan klasifikasi dari tujuan institusional, sehingga kumulasi dari setiap tujuan kurikuler ini akan menggambarkan tujaun institusional.
d. Tujuan Instruksional/Pembelajaran
Hermawan et al., (2009: 151) menjelaskan dalam bukunya bahwa tujuan instruksional yakni tujuan yang ingin dicapai dari setiap kegiatan instruksional atau pembelajaran. Tujuan ini seringkali dibedakan menjadi dua bab yaitu:
1) Tujuan Instruksional/Tujuan Pembelajaran Umum
Tujuan instruksional umum yakni tujuan pembelajaran yang sifatnya masih umum dan belum sanggup menggambarkan tingkah laris yang lebih spesifik. Tujuan instruksional ini sanggup dilihat dari tujuan setiap pokok bahasan suatu bidang studi yang ada di dalam GBPP.
2) Tujuan Instruksional/Tujuan Pembelajaran Khusus
Tujuan instruksional khusus merupakan klasifikasi dari tujuan instruksional umum. Tujuan ini dirumuskan oleh guru dengan maksud supaya tujuan instruksional umum tersebut sanggup lebih dispesifikasikan dan gampang diukur tingkat ketercapaiannya.
2. Bahan Pembelajaran
Dalam bukunya, Hermawan et al. (2009: 141) menjelaskan bahwa materi atau materi pembelajaran intinya yakni “isi” dari kurikulum, yakni berupa mata pelajaran atau bidang studi dengan topik/sub topik dan riciannya. Secara umum isi kurikulum itu sanggup dipilah menjadi tiga unsur utama, yaitu logika (pengetahuan wacana benar salah; berdasarkan mekanisme keilmuan), budpekerti (pengetahuan wacana baik-buruk) berupa muatan nilai moral dan estetika (pengetahuan wacana indah-jelek) berupa muatan nilai seni. Sedangkan jika memilahnya berdasarkan taksonomi Bloom dkk., materi pembelajaran itu berupa kogniitif (pengetahuan), afektif (sikap/nilai), dan psikomotor (keterampilan).
Bila dirinci lebih lanjut isi kurikulum atau materi pembelajaran itu sanggup dikategorikan menjadi 6 jenis, yaitu fakta, konsep/teori, prinsip, proses, dan nilai, serta keterampilan.
a. Fakta yakni sesuatu yang telah terjadi atau telah dialami/ dikerjakan, bisa berupa objek atau keadaan wacana suatu hal.
b. Konsep/teori yakni suatu wangsit atau gagasan atau suatu pengertian umum, suatu set atau sistem pernyataan yang menjelaskan serangkaian fakta dimana pernyataan tersebut harus memadukan, universal, dan meramalkan.
c. Prinsip merupakan suatu hukum atau kaidah untuk melaksanakan sesuatu, atau kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berpikir.
d. Proses yakni serangkaian gerakan, perubahan, perkembangan atau suatu cara/prosedur untuk melaksanakan kegiatan secara operasional.
e. Nilai yakni suatu pola, ukuran norma, atau suatu tipe/model. Ia berkaitan dengan pengetahuan atas kebenaran yang bersifat umum.
f. Keterampilan yakni suatu kemampuan untuk berbuat sesuatu , baik dalam pengertian fisik maupun mental. 
Tugas guru disini yakni menentukan dan membuatkan materi pembelajaran, guru sanggup mempertimbangkan kriteria-kriteria sebagai berikut: relevansi (secara psikologis dan sosiologis), kompleksitas, rasional/ilmiah, fungsional, ke-up to date-an, dan komprehensif/keseimbangan. (Sukmadinata, 2000: 105-107) 
Dalam pengembangan dan pemanfaatan materi asuh pembelajaran, guru sanggup melakukannya dengan dua cara, yakni resources by design, yaitu sumber-sumber berguru yang dirancang dan dikembangkan untuk kepentingan pembelajaran, dan resources by utilization yaitu sumber-sumber berguru yang ada di lingkungan sekitar yang sanggup dipakai dan dimanfaatkan bagi kepentingan pembelajaran. (Hermawan et al.,2009: 142)
3. Media Pembelajaran
Dalam bukunya, Arsyad (2011: 3) menerangkan bahwa kata media berasal dari bahasa Latin yaitu medius yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’, atau ‘pengantar’.
Sedangkan dalam bahasa Arab, media disebut ‘wasail’ bentuk jama’ dari ‘wasilah’ yakni sinonim al-wasth yang artinya juga ‘tengah’. Kata ‘tengah’ itu sendiri berarti berada di antara dua sisi, maka disebut juga sebagai ‘perantara’ (wasilah) atau pengantar pesan dari pengirim kepada peserta pesan. (Munadi, 2010: 6).
Adapun istilah “media” sering dikaitkan dengan kata “teknologi” yang berasal dari kata latin tekne (bahasa Inggris art) dan logos (bahasa Indonesia “ilmu”). (Arsyad, 2011: 5). 
National Ecucation Association menawarkan definisi bahwa media sebagai bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio-visual dan peralatannya, dengan demikian, media sanggup dimanipulasi, dilihat, didengar, atau dibaca. (Arsyad, 2011: 5)
Lain halnya dengan Gerlach & Ely sebagaimana dikutip oleh Arsyad (2011: 3) menyampaikan bahwa media apabila dipahami secara garis besar yakni manusia, materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa bisa memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Dalam pengertian ini, guru, buku teks dan lingkungan sekolah merupakan media. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses berguru mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal.
Adapun pembelajaran yakni suatu kombinasi yang tersusun secara meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan mekanisme yang saling mempengaruhi mencapai suatu tujuan pembelajaran. (Hamalik, 2008: 57). 
Selaras dengan pendapat di atas, Hermawan et al. (2009: 172) menjelaskan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dirancang oleh guru supaya siswa melaksanakan kegiatan berguru untuk mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan. 
Dari pengertian di atas, sanggup dipahami bahwa media pembelajaran yakni segala sesuatu yang sanggup memberikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terpola sehingga tercipta lingkungan berguru yang aman di mana penerimanya sanggup melaksanakan proses berguru secara efisien dan efektifuntuk mencapai tujuan atau kompetensi yang diharapkan. 
Definisi ini sejalan dengan definisi yang disampaikan oleh Asosiasi Teknologi dan Komunikasi Pendidikan (Association of Educiaton and Communication Technology/AECT) di Amerika, yakni segala bentuk dan jalan masuk yang dipakai orang untuk menyalurkan pesan/informasi. (Munadi, 2010: 7-8). 
Jenis Media Pembelajaran bermacam-macam, Hermawan et al. (2009: 150) menerangkan di dalam bukunya jenis media pembelajaran, diantaranya yaitu:
a. Media Visual
Media visual yakni media yang hanya sanggup dilihat dengan memakai indra penglihatan. Jenis media inilah yang sering dipakai oleh para guru untuk membantu memberikan isi atau materi pelajaran. Media visual ini terdiri atas media yang tidak sanggup diproyeksikan (non projected visual) dan media yang sanggup diproyeksikan (projected visual) media yang sanggup diproyeksikan ini sanggup berupa gambar membisu (still picture) atau gambar yang bergerak (motion picturse). (Hermawan et al., 2009: 150)
b. Media Audio
Media audio yakni media yang mengandung pesan dalam bentuk auditif (hanya sanggup didengar) yang sanggup merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan para siswa untuk mempelajari materi ajar. Program kaset bunyi dan aktivitas radio yakni salah satu bentuk dari media audio. Penggunaan media audio dalam kegiatan pembelajaran pada umumnya untuk melatih keterampilan yang bekerjasama dengan aspek-aspek keterampilan mendengarkan. Dalam media audio ini terdapat beberapa kelemahan yang harus diatasi dengan cara memanfaatkan media lainnya.(Hermawan et al., 2009: 151)
c. Media Audio-Visual
Sesuai dengan namanya, media ini merupakan kombinasi audio dan visual, atau biasa disebut media pandang-dengar. Dengan memakai media ini, penyajian materi asuh kepada para siswa akan semakin lengkap dan optimal. Selain itu, dengan media ini, dalam batas-batas tertentu sanggup menggantikan kiprah dan kiprah guru. Dalam hal ini, guru tidak selalu berperan sebagai penyaji materi (teacher), tetapi lantaran penyajian materi bisa diganti oleh media, maka kiprah guru bisa beralih menjadi fasilitator belajar, yaitu menawarkan kemudahan bagi para siswa untuk belajar. Contoh dari media audio-visual di antaranya aktivitas video/televisi pendidikan, video/televisi instruksional, dan aktivitas slide bunyi (sound slide).(Hermawan et al., 2009: 151)
d. Kelompok media penyaji
Dalam bukunya Hermawan et al., (2009: 151) menjelaskan selain cara pengelompokkan di atas, Donald T. Tosti dan John R. Ball menyusun pengelompokkan media menjadi tujuh kelompok media penyaji, yaitu : 
1) Kelompok kesatu: Grafis, materi cetak, dan gambar diam.
2) Kelompok kedua: Media proyeksi diam.
3) Kelompok ketiga: Audio.
4) Kelompok keempat: Media audio visual.
5) Kelompok kelima: Media gambar hidup/film.
6) Kelompok keenam : Media televisi.
7) kelompok ketujuh : Multimedia.

e. Media objek dan media interaktif
Selain ketujuh kelompok media di atas masih ada media lain yang tidak termasuk media penyaji yaitu media objek dan media interaktif.
1) Media objek 
Dalam bukunya Hermawan et al., (2009: 152) menjelaskan bahwa media objek merupakan media tiga dimensi yang memberikan informasi tidak dalam bentuk penyajian, melainkan dengan cirri fisiknya sendiri, mirip ukuran bentuk, berat, susunan, warna, fungsi, dan sebagainya. Media ini sanggup dibagi menjadi dua kelompok yaitu media objek bergotong-royong dan media objek pengganti. Media objek bergotong-royong dibagi menjadi dua jenis yaitu media objek alami dan mendia objek buatan. Media objek alami dibagi menjadi dua kelompok yaitu  yaitu objek alami yang hidup dan objek alami yang tidak hidup sebagai contoh media objek alami yang hidup yakni ikan, ayam, singa, harimau dan lain-lain sedangkan contoh objek alami yang tidak hidup yakni batu, kayu, besi dan msih banyak lagi.
Media objek kelompok kedua terdiri atas benda-benda tiruan yang dibentuk untuk mengganti benda-benda yang sebenarnya. Objek-objek pengganti dikenal dengan kata replica, model, dan benda tiruan. Replica sanggup didefinisikan sebagai reproduksi statis dari suatu objek dengan ukuran yang kelihatanya sama dengan benda yang sebenarnya. Model merupakan sebuah reproduksi yang kelihatannya sama, tetapi ukurannya diperkecil atau diperbesar dalam skala tertentu. Benda tiruan dibagi menjadi dua macam yaitupertama merupakan bangunan yang dibentuk kurang lebih ibarat suatu benda yang besar, contohnya bagiaan dari sebuah kapal terbang (sayap). Bentuk benda tiruan yang kedua ialah bentuk yang memakai mekanisasi kerja suatu benda, contohnya ssistem pembakaran mobil.    
2) Media Interaktif
Karakteristik terpenting kelompok media ini yakni bahwa siswa tidak hanya memerhatikan media atau objek saja, melainkan juga dituntut untuk berinteraksi selama mengikuti pembelajaran. Sedikitpun ada tiga macam interaksi. Interaksi yang pertama ialah yang memperlihatkan siswa  berinteraksi dengan sebuah program, contohnya siswa diminta mengisi blanko pada materi berguru terprogram. Bentuk interaksi yang kedua ialah siswa berinteraksi dengan mesin, contohnya mesin pembelajaran, simulator, laboratorium bahasa, komputer atau kombinasi di antaranya yang berbentuk video interaktif.
Bentuk ketiga interaksi ialah mengatur interaksi antara siswa secara teratur tapi tidak terprogram; contohnya sanggup dilihat pada banyak sekali permainan pendidikan atau simulasi yang melibatkan siswa dalam kegiatan atau masalah, yang mengharuskan mereka untuk membalas seranagn lawan atau bekerja sama dengan teman seregu dalam memecahkan masalah. Dalam hal ini siswa harus sanggup mengikuti keadaan dengan situasi yang timbul lantaran tidak ada batasan yang kaku mengenai tanggapan yang benar. Kaprikornus permainan pendidikan dan simulasi yang berorientasikan pada duduk masalah mempunyai potensi untuk menawarkan pengalaman berguru yang merangsang minat dan realistis. Oleh lantaran itu, guru menganggapnya sebagai sumber terbaik dalam urusan media komunikasi. (Hermawan et al., 2009: 152)
4. Strategi Pembelajaran
Dalam bukunya Hermawan et al., (2009: 142) menjelaskan bahwa Strategi pembelajaran merupakan salah satu komponen di dalam sistem pembelajaran, yang tidak dipisahkan dari komponen lain di dalam sistem tersebut. Dengan kata lain, seni administrasi pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Faktor-faktor (variabel) yang mempengaruhi seni administrasi pembelajaran ialah tujuan, materi, fasilitas, waktu, dan guru.
Sama halnya dengan berdasarkan Syaiful Sagala (2010: 56) mengemukakan bahwa seni administrasi pembelajaran yakni sebagai pola umum pemilihan atas banyak sekali jenis latihan tertentu didesain menjadi kegiatan pendidik dan pengalaman berguru peserta didik dalam bentuk kegiatan berguru dan mengajar dengan mengintergrasikan urutan kegiatan, cara mengorganisasikan materi pelajaran, penggunaan secara sempurna peralatan dan materi serta waktu yang digunakakn dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan dan kompetensi yang telah ditetapkan yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Adapun beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam seni administrasi pembelajaran, berdasarkan Hermawan et al., (2009: 143-146) yaitu sebagai berikut.
a. Faktor Tujuan
Tujuan merupakan faktor yang paling pokok, alasannya yakni semua faktor yang ada di dalam situasi pembelajaran, termasuk seni administrasi pembelajaran, diarahkan dan diupayakan semata-mata untuk mencapai tujuan. Tujuan pengajaran menggambarkan tingkah laris yang harus dimiliki siswa sehabis proses berguru mengajar selesai dilaksanakan. Tingkah laris yang harus dimiliki siswa sanggup dikelompokkan ke dalam keolompok pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Sebagai contoh:
1) Tujuan untuk aspek pengetahuan: Siswa sanggup menjelaskan konsep kebersihan.
2) Tujuan untuk aspek keterampilan: Siswa sanggup membersihkan ruangan kelas.
3) Tujuan untuk aspek sikap: Siswa menghargai kebersihan.
b. Faktor Materi
Dilihat dari hakekatnya, ilmu atau materi pelajaran mempunyai karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik ilmu atau materi pelajaran membawa implikasi terhadap penggunaan cara dan teknik di dalam proses berguru mengajar.secara teoritis di dalam ilmu atau mata pelajaran terdapat beberapa sifat materi yaitu: fakta, konsep, prinsip, masalah, mekanisme (keterampilan), dan sikap (nilai).
c. Faktor Siswa
Siswa sebagai pihak yang berkepentingan di dalam proses berguru mengajar, alasannya yakni tujuan yang harus dicapai semata-mata untuk mengubah sikap siswa itu sendiri. Sehubungan dengan itu beberapa hal yang perlu dipertimbangkan ialah jumlah yang terlibat di dalam proses berguru mengajar. Metode dan teknik yang dipakai di dalam proses berguru mengajar, antara lain bergantung kepada siswa.
d. Faktor Waktu
Faktor waktu sanggup dibagi dua, yaitu yang menyangkut jumlah waktu dan kondisi waktu. Hal yang menyangkut jumlah waktu ialah beberapa puluh menit atau berapa jam pelajaran waktu yang tersedia untuk proses berguru mengajar.
e. Faktor Guru
Faktor guru ialah faktor penentu, pertimbangan semua faktor di atas akan sangat bergantung kepada kreativitas guru. Dedikasi dan kemampuan gurulah yang pada kesudahannya mempengaruhi pelaksanaan proses pembelajaran.
Sedangkan berdasarkan Syaiful Sagala (2010: 56-62) menjelaskan bahwa seni administrasi pembelajaran pada kesempatan ini fokus pembahasan yakni pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna.
a. Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM)
Jika guru dalam pembelajaran memakai pendekatan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) berarti guru memakai seni administrasi pembelajaran terpada memakai strategi, metode, pendekatan dan teknik pengajaran baik mekanisme maupun tujuan pembelajaran. PAKEM dikembangkan atas pembelajaran dimana.
1) Peserta didik menjadi aktif dan kreatif.
2) Guru sebagai fasilisator dan inspirator.
3) Penerangan azas fleksibilitas.
4) Persiapan guru matang dan rinci.
5) Multi interaksi.
6) Latihan dan kiprah lebih intensif.
7) Sumber pembelajaran bermacam-macam
8) Sudah memanfaatkan alat bantu.
Cara yang dilakukan pendidik dalam menerapkan PAKEM maka persyaratan yang harus dipenuhi adalah:
1) Guru bertindak sebagai fasilisator, pembimbing, konslutan dan mitra belajar.
2) Belajar diarahkan oleh peserta didik dan berguru secara terbuka, ketat dengan waktu yang terbatas fleksibel sesuai keperluan.
3) Berdasarkan proyek masalah
4) Dunia nyata, dan refleksi prinsip dan survey.
5) Perancangan, penyelidikan, inovasi dan refleksi prinsip dan survey.
6) Colaboratif dan berfokus pada masyarakat.
7) Keanekaregaman yang kreatif.
8) Menggunakan komputer dan interaksi multi media pembelajaran yang dinamis sebagai peralatan semua jenis belajar.
9) Komunikasi tidak terbatas keseluruh dunia.
10) Memanfaatkan pakar, penasehat, mitra sebaya dan diri sendiri untuk menilai unjuk kerja.
b. Hakikat Strategi PAKEM
Hasil-hasil penelitian bahwa selama ini pembelajaran yang berlangsung pada sebagian sekolah cenderung menunjukan
1) Guru lebih banyak ceramah
2) Media belum dimanfaatkan.
3) Pengelolaan pembelajaran cenderung klasikal dan kegiatan belaar kurang bervariasi.
4) Tuntutan guru terhadap hasil berguru dan produktivitas rendah.
5) Tidak ada pajangan hasil karya peserta didik.
6) Guru dan buku sebagai sumber belajar.
7) Semua peserta didik dianggap sama.
8) Penilaian hanya berupa test dan penilaian cenderung subjektif.
9) Latihan dan tugas-tugas kurang menantang
10) Interaksi pembelajaran searah.
Keadaan yang demikian ini tentu saja tidak membantu meningkatkan kualitas pendidikan, oleh lantaran itu perlu ada upaya yang sungguh-sungguh paling tidak yang diperankan oleh pengawas sekolah dan kepala sekola untuk membantu para guru binaanya. Bantuan yang diberikan yakni cara yang sempurna memakai pembelajaran penuh makna sesuai kebutuhan dan minat peserta didik, yaitu dengan melalui pendekatan PAKEM.
Karakteristik PAKEM tampak pada kemampuan pendidik memahami sifat peserta didik, mengenal peserta didik secara perorangan mempunyai keunikan dan potensi dirinya sendiri. Pendidik memahami paham betul bahasa peserta didik yang berasal dari latar belakang dan kemampuan yang berbeda. Dilain pihak pengawas sekolah dan kepala sekolah mampu  menemukan dengan sempurna duduk masalah yang dihadapai pendidik.

c. Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran memakai pendekatan PAKEM dilihat dari segi prosesnya, sedangkan pembelajaran bermakna dilihat dari segi materi dan pembelajaran konteksual dengan cara memberi pengalaman-pengalaman gres yang merangsang otak membuat hubungan-hubungan baru, sehingga menemukan makna baru. Contextual teaching and learning yakni sebuah sistem yang menyeluruh terdiri dari bagian-bagian yang saling terhubung. Jika bagian-bagian ini terjalin satu sama lain, maka berdasarkan Johnson akan dihasilkan dampak yang melebihi hasil yang diberikan bagian-bagiannya secara terpisah.
Strategi penerapan cooperative learning  dengan pendekatan Contextual teaching and learning dilakukan dengan cara membentuk berkelompok akan memudahkan peserta didik untuk berinteraksi atau bertukar pikiran sehingga pendidik dapat
1) Mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif sehingga peserta didik supaya bisa memecahkan duduk masalah belajarnya.
2) Menciptakan ruang kelas sebagai lingkungan berguru yang menarik dan menyenangkan.
3) Memanfaatkan lingkungan sekolah dan daerah tinggal (fisik, sosial, budaya) sebagai sumber berguru serta objek berguru peserta didik
4) Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan.
Umpan balik yang dilakukan pendidik lebih mengungkapkan kekuatan/kelebihan dari kelemahan serta santun sifatnya sehingga meningkatkan antusiasme yang lebih tinggi dan tidak menurunkan motivasi.
5. Evaluasi Pembelajaran
Menurut (E. Mulyasa, 2004: 169) Evaluasi hasil berguru pada hakekatnya merupakan suatu kegiatan untuk mengukur perubahan sikap yang terjadi. Pada umumnya hasil berguru akan menawarkan dampak dalam dua bentuk, yaitu:
a. Peserta akan mempunyai presfektif terhadap kekuatan dan kelemahannya atas sikap yang diinginkan.
b. Mereka mendapat bahwa sikap yang diinginkan itu telah meningkat baik setahap atau dua tahap, sehingga kini akan timbul lagi kesenjangan antara penampilan sikap yang kini dan tingkah laris yang diinginkan. 
Menurut Hermawan et al., (2009: 153-154) penilaian lebih bersifat komprehensif yang di dalamnya meliputi pengukuran, sedangkan tes merupakan salah satu bentuk dari pengukuran. Pengukuran lebih membatasi kepada citra yang bersifat berupa angka-angka yang mengenai kemajuan berguru siswa, sedangkan penilaian bersifat kualitatif.
Tujuan pokok penilaian pembelajaran yakni untuk mengetahui efektifitas proses berguru mengajar yang telah dilaksanakan. Indikator kefektifan itu sanggup dilihat dari perubahan tingkah laris yang telah terjadi peserta didik. Perubahan tingkah laris yang terjadi itu di bandingkan dengan perubahan tingkah laris yang diperlukan sesuai dengan tujuan dan isi aktivitas pembelajaran (Hermawan et al., 2009: 158)
Dalam kaitan dengan penilaian pembelajaran, berdasarkan Moekijat dalam buku E. Mulyasa (2004: 170) mengemukakan teknik penilaian berguru pengetahuan, keterampilan, dan sikap sebagai berikut.
a. Evaluasi berguru pengetahuan, sanggup dilakukan dengan ujian tulis, mulut dan daftar isian pertanyaan.
b. Evaluasi berguru keterampilan, sanggup dilakukan dengan ujian praktek, analisis keterampilan dan analisis tugas, serta penilaian oleh peserta didik sendiri.
c. Evaluasi berguru sikap dari diri sendiri, sanggup dilakukan dengan daftar isian sikap dari diri sendiri, daftar isian sikap yang diubahsuaikan dengan tujuan program, dan skala deferensial sematik (SDS).
Adapun teknik penilaian pembelajaran berdasarkan E. Mulyasa (2004: 170-175) yaitu sebagai berikut.
a. Hal-hal yang harus diperhatikan
Evaluasi atau penilaian pembelajaran biasanya dilaksanakan dengan cara menyelenggarakan ulangan harian dan ulangan umum. Guru bukan harus mengetahui kompetensi peserta didik sehabis pembelajaran dan pembetukkan kompetensi, tetapi harus mengetahui bagaimana perubahan dan kemajuan  sikap peserta didik sehabis proses pembelajaran. Itulah yang disebut penilaian hasil berguru peserta didik yang selanjutnya diberi istilah penilaian atau penilaian. Karena nilai itu hanya memperhatikan ujian tertulis yang nota bene lebih mengamati “kemajuan” ranah kognitif daripada ranah-ranah lainnya. Ranah afektif dan ranah keterampilan atau psikomotorik pun tentu saja harus diamati kemajuannya, lantaran kedua ranah tersebut mustahil sanggup diketahui hanya dengan tes tulis pada ulangan, akan tetapi harus dengan tes perbuatan atau bahkan dalam bentuk nontes, umpamanya dengan mengadakan observasi, dan angket.
Dalam melaksanakan penilaian pembelajaran, sangat dianjurkan supaya guru lebih mengutamakan tes perbuatan daripada tes tertulis dengan cara melaksanakan bagaimana cara mereka bersosialisasi dengan masyarakat dan bagaimana mereka menerapkan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari. Evaluasi sanggup selenggarakanlah pada ulangan harian atau bahkan pada kegiatan pembelajaran sendiri. Guru memberi kiprah kepada seorang peserta didik dan memberi penilaian, atau secara klasikal, namun tetap memperhatikan sekaligus memberi nilai perorangan.
Evaluasi pembelajaran meliputi pre tes, penilaian proses, dan post tes. Ketiga hal tersebut dijelaskan berikut ini.
1) Pre Tes (tes awal)
Adapun fungsi pre tes ini antara lain sanggup dikemukakan sebagai berikut:
a) Untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar, lantaran dengan pre tes maka pikiran mereka akan terfokus pada soal-soal yang harus mereka jawab/kerjakan.
b) Untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik sehubungan dengan proses pembelajaran yang dilakukan. Hal ini dilakukan dengan membandingkan hasil pre tes dengan pos tes.
c) Untuk mengetahui kemampuan awala yang telah dimiliki peserta didik mengenai materi fatwa yang akan dijadikan topik dalam proses pembelajaran.
d) Untuk mengetahui darimaana seharusnya pembelajaran dimulai, tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang telah dikuasai peserta didik, dan tujuan-tujuan mana yang perlu mendapat penekana dan perhatian khusus.
2) Evaluasi Proses
Kualitas pembelajaran sanggup dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidak-tindaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran, disamping mengambarkan kegairanhan berguru yang tinggi, semangat berguru yang besar, dan rasa percaya pada diri sendiri. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan sikap yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%).
3) Post Test
Adapun fungsi post tes antara lain sanggup dikemukakan sebagai berikut:
a) Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditentukan, baik secara individu maupun kelompok. Hal ini sanggup diketahui dengan membandingkan antara hasil pre tes dan post tes.
b) Untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-tujuan yang sanggup dikuasai oleh peserta didik, serta kompetensi dan tujuan-tujuan yang belum dikuasainya. 
c) Untuk mengetahui peserta didik-peserta didik yang mengikuti kegiatan remedial, dan peserta didik yang perlu mengikuti kegiatan pengayaan, serta untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam mengerjakan modul (kesulitan belajar).
d) Sebagai materi pola untuk melaksanakan perbaikan terhadap komponen-komponen modul, dan proses pembelajaran yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan, pelaksanaan, maupun evaluasi.

Belum ada Komentar untuk "✔ Komponen-Komponen Pembelajaran"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel