✔ Musyawarah Guru (Mgmp) Bukan Wadah Reunian

Sejauh ini MGMP masih dianggap belum mempunyai nilai tambah terhadap pengembangan kompeten ✔ Musyawarah Guru (MGMP) Bukan Wadah Reunian
Sejauh ini MGMP masih dianggap belum mempunyai nilai tambah terhadap pengembangan kompetensi guru.
Segala tuntutan yang dibebankan terhadap guru dikala ini barangkali sesuatu yang masuk akal alasannya ialah memang pemerintah dan masyarakat secara menyeluruh ingin bahwa guru benar- benar meiliki jati diri dan keteladanan yang berpengaruh dimata murid-muridnya. Empat kompetensi yang menjadi penguasaan wajib bagi setiap guru merupakan hal yang harus tumbuh dan berkembang secara seimbang.

Empat kompetensi yang dimaksud ialah pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Ketika semuanya sudah tumbuh dan berkembang secara seimbang maka hal-hal negatif wacana guru tidak lagi muncul kepermukaan.

Baca juga: Peningkatan Kompetensi Guru Melalui KKG

Pengembangan dan training kompetensi sosial menuntut guru supaya berada pada wadah acara kolektif ataupun tergabung dalam komunitas guru yang ada ditingkat sekolah, kecamatan, kabupaten, provinsi ataupun berskala nasional. Wujud positif dari lembaga kolektif tersebut ialah menawarkan pengajaran secara sanggup berdiri diatas kaki sendiri kepada guru bagaimana bersosialisasi dengan teman sejawat ataupun dengan teman seprofesi.

Bentuk wadah kolektif guru yang berada disekitar guru ialah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP). Sejauh ini keberadaan MGMP itu sendiri masih dianggap belum mempunyai nilai tambah terhadap pengembangan empat kompetensi guru diatas. Hal ini tergambar bahwa masih rendahnya capaian nilai UKG secara nasional.

Anggapan terhadap MGMP bahwa guru-guru mengikuti acara MGMP hanya sebagai ajang reunian terhadap sesama alumni LPTK tertentu. Sebuah ungkapan yang menyiratkan makna betapa MGMP sebagai daerah kumpul-kumpul yang jauh dari ingar-bingar dan dinamika untuk mendiskusikan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan dunia pembelajaran. Itulah citra wadah profesi guru semacam MGMP.

Guru selalu dituding sebagai pemicu merosotnya mutu SDM ketika negeri ini mengalami kemunduran intelektual, sosial dan moral di segenap lapis dan lini kehidupan. Guru dinilai tidak menjalankan fungsinya sebagai tokoh perubah paradigma sehingga gagal melahirkan belum dewasa bangsa yang cerdas, terampil, dan bermoral.

Analogi bahwa guru itu telah mati alasannya ialah memang sengaja dimatikan supaya guru tidak mempunyai kemandirian dalam menyiapkan lahan, memberi pupuk, dan menyemai benih-benih yang sedang tumbuh. Tugas guru dalam penyiapan lahan, pemberian pupuk, dan penyemai senantiasa akan tergantung pada pihak yang menawarkan komando atau instruksi, Darmaningtyas (2001).

Mestinya dari analogi tersebut semua guru harus berbenah alasannya ialah profesi guru sebnarnya bukanlah tenaga pengajar yang berkutat dikelas saja, tetapi bagaimana guru bisa menjadi inpirator bagi akseptor didiknya disetiap langkahnya. Guru harus bisa membangun iklim perubahan baik secara intelektual ataupun spritual. Tahun ketahun pemerintah melalui kementrian pendidikan dan kebudayaan sudah cendekia dan bijaksana bahwa perberdayaan komunitas guru terus diupayakan.

Hal ini terbukti dengan adanya dukungan stimulan yang dikucurkan terhadap setiap kelompok kerja diseluruh Indonesia. Memang keterbatasan dana yang dimilki, belum menjadi hal yang merata bagi stiap kelompok kerja yang ada diseluruh pelosok tanah air. Meskipun begitu bagi kelompok kerja atau MGMP yang memperoleh stimulan dari pemerintah harus membuktikan potret yang berbeda baik terhadap cara fikir guru ataupun terhadap proses pembelajaran akseptor didik di sekolah.

Melalui acara kolektif tersebut guru dtuntut bisa menyebarkan kemampuan para siswanya melalui pemahaman, keaktifan, pembelajaran sesuai kemajuan zaman dengan menyebarkan keterampilan hidup supaya siswa mempunyai sikap kemandirian, sikap adaptif, koperatif, dan kompetitif dalam menghadapi tantangan dan tuntutan kehidupan sehari-hari. Agar acara kolektif guru ibarat MGMP menjadi sebuah wadah yang dihargai dan dicintai anggotanya maka setiap guru harus punya kesdaran bahwa MGMP itu miliknya, bukan milik profesi lain ibarat dokter, pilot, apoteker, dll.

Disamping itu pengurus MGMP mestinya bisa menjawab kebutuhan yang diminta oleh masing-masing guru. Program harus disusun secara logis dan memnag dibutuhkan oleh guru itu sendiri. Sejauh ini jadwal kerja yang disusun masih berputar pada tatanan perangkat pembelajaran. Idealnya jadwal kerja disusun secara bersama menurut survei atau need assesment. Saat ini, jadwal acara MGMP sudah semestinya difokuskan kepada pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB). Intinya Program PKB tersebut nantinya akan menjawab sesuatu yang dibutuhkan oleh guru.

Artinya guru akseptor MGMP sanggup memilih dan menyusun pengembangan diri secara berkelanjutan. Apalagi ketika guru tidak bisa menyebarkan diri secara berkelanjutan maka guru tersebut akan terus berada pada level yang sama dari sisi kepangkatan. Oleh alasannya ialah itu terlihat bahwa MGMP merupakan solusi alasannya ialah guru bisa melaksanakan apa saja terkait penemuan pembelajaran, pengembangan komptensi, dan pengembangan diri secara berkelanjutan.

Perlu diingat bahwa pemberdayaan MGMP harus dimaknai sebagai sebuah proses yang terus hidup, tumbuh, dan berkembang sepanjang waktu. Melalui pemberdayaan yang berkelanjutan, MGMP dibutuhkan bisa berperan sebagai perantara dalam pengembangan dan peningkatan kompetensi guru.

Keberhasilan MGMP dalam memberdayakan diri akan sangat dipengaruhi oleh etos kerja segenap pengurus, anggota, dan guru mata pelajaran sejenis dalam membangun visi, misi, tujuan yang terperinci sehingga MGMP bisa mentransformasikan dirinya secara utuh bersama pihak terkait untuk membangun pendidikan yang berbudaya dan berkarakter.

*) Ditulis oleh RUSPEL AIGA, Guru SMPN 3 X Koto Diatas, Kab. Solok, Sumbar

Belum ada Komentar untuk "✔ Musyawarah Guru (Mgmp) Bukan Wadah Reunian"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel